1985 - 1986
Berawal dari aksi sosial
Pada mulanya, GKI Kosambi Timur berdiri diawali dengan aksi sosial yang dilakukan oleh Bapak Harun Kristomulyono (Theng Tek Koen) bersama rekan-rekannya dari GKI Kepaduri, serta Bapak Liman Suhendra di Wilayah Kosambi.
Aksi ini merupakan bagian dari perayaan Natal tahun 1985 yang ditujukan bagi masyarakat kurang mampu di Desa Dadap. Kegiatan tersebut mendapat respons yang sangat baik dari masyarakat sekitar, sehingga pada tahun 1986 kegiatan serupa kembali diadakan.
1987-2005
Pembentukkan awal gereja
Melihat antusias warga, maka Bp. Harun Kritomulyono mengusulkan agar diadakan Persekutuan Doa. Mendengar usulan tersebut, Bp. Liman Suhendra menyediakan rumahnya untuk dijadikan tempat Persekutuan Doa setiap hari Kamis, pk. 10.00 Wib. Puji Tuhan, yang hadir dalam kegiatan itu lebih dari 30 orang.
Mulailah dipikirkan tempat ibadah yang lebih permanen dan Bp. Liman Suhendra menyatakan kesediaannya kepada GKI Kepaduri untuk menggunakan halaman rumahnya dibangun gereja.
Maka pada tanggal 12 Januari 1987, pk. 10.00 Wib diadakan peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja Pos KPK Kosambi yang dipimpin oleh Pdt. Girihardjo Loekita.
Pada tanggal 18 April 1987, pk. 16.30 diadakan peresmian pemakaian gedung yang secara simbolik diserahterimakan oleh Ibu Yo Swat Nio (Ibunda Bp. Liman Suhendra) sekaligus sebagai Pos KPK Kosambi Timur dan kemudian dipakai untuk kegiatan ibadah. GKI Kepaduri merupakan jemaat Induk dari Pos KPK Kosambi Timur.
Upaya pengembangan jemaat dilakukan secara intensif oleh Majelis Jemaat GKI Kepaduri, sehingga melalui Persidangan Majelis Klasis Jakarta Barat pada tanggal 9 November 1999, diputuskan perubahan status dari Pos KPK Kosambi Timur menjadi Bajem Kosambi Timur.
Jumlah anggota dan simpatisan terus bertambah sehingga pada tanggal 19 Desember 2005, Bajem Kosambi Timur dilembagakan menjadi GKI Kosambi Timur. Menurut Buku Informasi GKI 2020, jumlah anggota GKI Kosambi Timur adalah 212 orang.
2019-2021
Tahap Rekonstruksi Gereja
Pada awal tahun 2019, bangunan gereja yang telah berdiri selama puluhan tahun mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius. Kebocoran pada bagian atap semakin sering terjadi, terutama saat musim hujan. Beberapa bagian kayu di langit-langit dan struktur rangka juga mulai keropos, menimbulkan risiko keamanan bagi jemaat yang beribadah. Kondisi ini mendorong Majelis Jemaat bersama panitia pembangunan untuk melakukan peninjauan menyeluruh, yang akhirnya menghasilkan keputusan penting: gereja perlu dibongkar dan dibangun kembali secara total.
Pembongkaran gedung dimulai pada akhir tahun 2019. Proses ini dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian dan disertai rasa haru, karena gedung lama menyimpan banyak kenangan iman dan perjalanan pelayanan jemaat selama bertahun-tahun. Setelah pembongkaran selesai, proses pembangunan gedung baru pun dimulai.
Namun, rencana pembangunan menghadapi tantangan besar ketika pandemi COVID-19 mulai melanda dunia pada awal tahun 2020. Pembatasan aktivitas masyarakat, krisis ekonomi, serta kekhawatiran akan kesehatan jemaat menyebabkan proses pembangunan berlangsung lebih lambat dari yang direncanakan. Beberapa tahap pengerjaan harus ditunda atau disesuaikan dengan kondisi saat itu, termasuk pembatasan jumlah pekerja di lapangan dan penyesuaian anggaran pembangunan.
Meski demikian, dengan pertolongan Tuhan serta dukungan, doa, dan semangat gotong royong dari seluruh warga jemaat, pembangunan tetap berjalan secara bertahap sesuai protokol kesehatan. Secara perlahan, struktur bangunan terbentuk mulai dari pondasi, rangka atap, hingga penyelesaian interior. Setiap tahap pembangunan menjadi bukti nyata kerja sama dan kesetiaan jemaat di tengah masa sulit.
Akhirnya, pada tahun 2021, bangunan gereja yang baru selesai dibangun. Dengan desain yang lebih kokoh, aman, dan nyaman, gedung ini tidak hanya menjadi tempat ibadah yang layak, tetapi juga menjadi simbol pemulihan dan harapan di tengah masa sulit pandemi. Kehadiran gedung baru ini menjadi bukti nyata penyertaan Tuhan dan semangat pelayanan yang tidak padam, meski dunia sedang menghadapi krisis. Gereja kini berdiri tegak sebagai tempat bersekutu, melayani, dan menjadi terang bagi sekitar.